SMP NEGERI 26 SURABAYA
  NPP : 357814D1007537
  Instagram : @perpus_smpn26surabaya
  Tik Tok : @lumbungilmu.perpus26sby
  E-mail : perpussmpn262023@gmail.com
  Alamat : SMPN 26 Jl. Banjarsugihan No. 21, Tandes, Surabaya
SEKILAS INFO >
    Belum ada info

Hitung Mundur Hari Pertama Masuk Sekolah 14 Juli 2025 06:20:00

Memuat...

Cahaya Di Balik Pasung (1)

Diterbitkan pada: 24 Jun 2025 20:26 WIB Dibaca: 65x

Karya: CELINE FAWNIA DEWANTI (Kelas 7C Tahun Pelajaran 2024-2025)


Pasung, adalah tindakan yang pantas bagi anak sepertiku. Terlahir cacat dengan kulit tebal dan keras bagaikan sisik berpola berlian terutama di daerah sekitar kelopak mata dan wajah. Hal itu menyebabkan aku kesulitan bergerak dan bernapas.

 

Tak seperti kelima saudaraku, konon katanya kelahiranku sangat amat disesali keluarga dan orang tuaku. Hanya aku yang tak mewarisi darah ningrat ayah dan ibuku. Penampilanku mengerikan, orang-orang bisa lari terbirit-birit bila bertatap mata denganku.

 

Maka dari itu, mereka memasungku sejak aku masih anak-anak, dalam sebuah ruangan yang tak layak bagi manusia untuk menginjakkan kakinya di sana, terkecuali aku. Mereka bahkan melarangku untuk ikut serta menghadiri perjamuan para ningrat yang biasanya dihadiri oleh keluaraga besar bangsawan.

 

Malu, karena aku satu-satunya anak mereka yang cacat dan buruk rupa.

Syukurlah mereka masih memberiku makanan yang layak, tapi hanya dalam porsi sedikit, itu pun tak akan cukup membuatku kenyang lebih lama.

 

Pernah terbayang dalam benakku, seperti apa dunia luar itu? Dan apa yang orang-orang lakukan disana?

 

Sampai pada suatu hari aku memutuskan untuk diam-diam keluar dari pasung. Aku mencari segala cara agar bisa membuka pintu besi berkarat yang berdiri kokoh di hadapanku, dan untungnya berhasil.

 

Aku berjinjit di atas bebatuan kasar, di sampingnya terdapat rumah mewah dengan dinding kayu jati yang kokoh. Tak lain lagi adalah tempat kedua orang tuaku berteduh. Aku mengitari halaman luas tersebut dan pergi ke kampung. Di sana, ada banyak sekali anak-anak kecil bermandikan keringat tengah bermain lempar batu, atau sebagaimana mereka menyebutnya.

 

Aku bersembunyi di balik Semak belukar, mengintip mereka sembari terkekeh kecil. Ada salah satu anak yang tak sengaja melempar jauh batu itu, dan hampir menimpaku. Aku berniat untuk mengembalikan batu itu dengan melemparnya ke arah mereka.

 

Namun, naasnya batu itu malah mengenai seorang anak Bengal berkepala gundul yang sedang menghampiri semak belukar tempatku bersembunyi. Darah segar mengalir dari puncak kepala gundulnya.

 

Sesegera mungkin aku mendekatinya, lalu anak-anak kecil yang lain serentak berteriak nyaring ketika melihatku. Mereka lari terbirit-birit meninggalkan anak yang terluka. Pekikan melengking keluar dari mulut anak yang sedang terluka.

 

Desas-desus mengenai kejadian tersebut menyebar luas dalam sekejap, bahkan sampai kepada orang tuaku. Mereka sangat amat murka mendengarnya, dan langsung memasungku kembali dalam ruangan gelap nan dingin. Namun kali ini, aku bahkan sama sekali tak bisa merasakan hangatnya sinar matahari di dalam sana.

Bersambung


Kembali

Komentar

Tinggalkan Komentar

    Belum ada komentar yang disetujui untuk cerpen ini.