
Karya: Salsabila Y.A (Kelas 7J Tahun Pelajaran 2024-2025)
“Oh ya, siapa namamu? Kau belum menjawab pertanyaan itu tadi.” Laki-laki itu mengulang pertanyannya saat kami berada di tempat yang seperti gurun pasir tadi─Apa aku harus memakai nama asliku?
“Se-“ Ucapku terpotong─Tidak. Tidak perlu menggunakan nama asli.
“Se?” Bumi mengulang ucapanku. Wajahnya terlihat penasaran, seolah-olah memintanku untuk segera melanjutkan ucapanku tadi.
“Selestial. Namaku Selestial.” Ucapku.
“Selestial? Nama yang indah.”
“Ya, itu nama yang indah, Selestial.” Ucap Ibu Bumi.
“Terima kasih, Ibu.”
SABTU, 28 Januari 2024.
Aku dan Bumi saat ini berada tepat di tepi sungai. Namun, tidak benar-benar seperti sungai, hanya sekilas tampak seperti sungai yang ada di planet Bumi─Astaga, tempat apa ini sebenarnya? Sangat aneh. Namun, selama di dunia ini aku di perlakukan sangat baik hingga saat ini. Aku suka dengan orang-orang disini, meskipun aku belum bisa menerima keanehan tempat, barang dan hewan-hewan yang ada. Namun, apa mungkin aku diperlakukan dengan sangat baik disini karena kini aku adalah seorang gadis? Tapi jika memang begitu, mengapa Bumi pun diperlakukan dengan sangat baik sama sepertiku saat ini? Ia memang sangat baik, ramah, dan suka menolong berbagai orang disini. Ah, sudahlah.
“Donasinya nak,” Seorang Ibu-Ibu menghampiriku membawa kotak yang bertulisan “Donasi untuk kota yang terkena gempa” ─Apa ini? Donasi? Uang disini memang sama seperti di Bumi. Baiklah, ku beri saja.
Aku mengambil uang dari saku celanaku dan memasukkan ke dalam kotak yang dibawa oleh Ibu itu.
Dari sinilah aku mulai memahami perbedaan laki-laki dan perempuan. Dulu, aku selalu berpikir bahwa menjadi seorang gadis akan disayang oleh banyak orang, berbeda dengan laki-laki yang selalu di ajarkan mandiri sejak dini dan di banding-bandingkan. Karena selama di Bumi aku melihat Kakak dan Adik perempuanku selalu diperlakukan adil, tidak sama sepertiku. Namun, dari sini juga aku sadar bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang sama. Kita hanya perlu sering mengintropeksi diri dan menjadi diri sendiri, namun dalam versi yang terbaik.
Sekitar lima bulan aku menjalani kehidupanku di dunia yang tidak kuketahui itu. Aku terbangun dari koma. Waktu isitirahat diberikan kepadaku selama satu bulan lebih. Selama di rumah sakit maupun di rumah, aku tetap diperlakukan seperti dulu, tidak ada perubahan.
MINGGU, 2 Juni 2024.
“Esta!! Cepat makan malam!” Itu suara Ibuku, mungkin terdengar kasar. Dulu, aku pun berpikir seperti itu. Namun saat ini, bagiku itu adalah bentuk kasih sayang Ibuku untuk anak laki-lakinya.
“Ya Bu!!” Jawabku dari pintu kamar dan bergegas menuruni tangga.
“Kau bisa?” Tanyanya sembari merangkul pundakku─Ini Kakak perempuanku. Borealis Agrata Balini. Atau yang biasa ku panggil Kak Bore.
Aku dan Kak Bore tiba di lantai satu, melihat makanan di atas meja yang sudah disediakan oleh Ibuku. Kak Bore membantuku untuk duduk. Ibu mengambilkan nasi, sayuran, dan lauk pauk, tidak lupa juga air putih untukku minum. Aku merasa menjadi anak balita kembali. Haha, ini akan menjadi momen terbaik selama hidupku, selalu akan terang dan tidak akan redup.
Saat ini, pukul 20.57 aku sudah berada di kamar kembali, membersihkan kasur dan beranjak menaikinya. Aku berbaring menatapi langit-langit kamar. Pukul 21.00 aku melepas kacamataku, meletakkannya di atas meja yang berada di samping kasurku. Aku mengangkat selimut untuk menyelimuti badanku lalu menutup mataku.
Bersambung...
Belum ada komentar yang disetujui untuk cerpen ini.